Rabu, 12 Agustus 2015

Jalan Langit China yang Luar Biasa

Jalan gunung yang luar biasa ini pasti tidak diperuntukkan bagi mereka yang takut ketinggian. Foto-foto menakjubkan yang menunjukkan Sky Roads (Jalan Langit) yang zigzag di sisi pegunungan di Cina, membentang sepanjang lebih dari 2,7 mil.




Jalan berliku diukir indah ke sisi pegunungan Enshi di provinsi Hubei, dan dikelilingi oleh vegetasi hijau.

Sky Roads ini diyakini awalnya memang hanya dibuat dengan memotong tebing batu di sisi gunung oleh warga desa setempat sekitar 30 tahun yang lalu,

Foto udara menunjukkan bagaimana konvoi lebih dari 150 Jeep berjalan sepanjang rute yang menakjubkan, sebagai bagian dari perjalanan terorganisir.




Para pengemudi yang berani tersebut memarkir mobil mereka di dekat puncak gunung untuk mengagumi pemandangan lembah di bawah.

Perjalanan ini diselenggarakan oleh Jeep dan menarik pecandu adrenalin dari seluruh China.

Enshi menarik ribuan pengunjung setiap tahun karena memiliki pegunungan spektakuler, ngarai, sungai dan air terjun. Terutama Enshi Grand Canyon nya, yang berbatasan dengan Tiga Ngarai Sungai Yangtze dan Zhangjiajie National Forest Park.








Foto-Foto Sky Roads Lainnya






Baca Juga:









Sumber: dailymail.co.uk

Semburan Dramatis di Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko

Pesawat ruang angkasa Rosetta milik Badan Antariksa Eropa telah menyaksikan peningkatan aktivitas dari komet 67P / Churyumov-Gerasimenko seiring komet mendekati perihelion (titik terdekatnya dengan matahari). Pada tanggal 29 Juli, saat pesawat ruang angkasa mengorbit pada jarak 116 mil (186 kilometer) dari komet, teramatilah semburan yang paling dramatis yang pernah terlihat sampai saat ini.



Ketika ledakan terjadi, spektrometer mencatat perubahan dramatis dalam komposisi curahan gas dari komet bila dibandingkan dengan pengukuran yang dilakukan dua hari sebelumnya. Sebagai hasil dari semburan tersebut, jumlah karbon dioksida meningkat dua kali, metana oleh empat kali, dan hidrogen sulfida tujuh kali, sedangkan jumlah air hampir konstan.

"Ini kilas pertama di pengukuran kami setelah terjadinya semburan yang menarik," kata Kathrin Altwegg, peneliti utama ROSINA instrument dari University of Bern, Swiss. "Kami juga melihat petunjuk adanya bahan organik berat setelah semburan yang mungkin berhubungan dengan debu yang terlontar".


"Meski kita ingin berpikir bahwa kita mendeteksi materi yang mungkin telah dibebaskan dari bawah permukaan komet, masih terlalu dini untuk mengatakan dengan pasti bahwa hal itulah yang terjadi."

Sebuah urutan gambar yang diambil oleh kamera saintifik OSIRIS yang terinstal di Rosetta menunjukkan sebuah fitur seperti jet muncul dari sisi leher komet. Jet, adalah yang paling terang terlihat saat ini, pertama kali tercatat dalam foto yang diambil pada 06:24 PDT (09:24 EDT, 13:24 GMT) pada 29 Juli, tapi tidak terlihat dalam gambar yang diambil 18 menit sebelumnya. Jet kemudian memudar secara signifikan dalam foto yang diambil 18 menit kemudian. Tim kamera OSIRIS memperkirakan material jet bepergian pada laju  setidaknya 10 meter per detik.


Dalam urutan gambar ini, gambar di kiri diambil pada 06:06 PDT dan tidak menunjukkan tanda-tanda jet. 18 menit kemudian di 06:24, terlihat semburan sangat terang dan berbeda (gambar tengah) dengan hanya jejak sisa aktivitas yang tersisa di foto terakhir yang diambil pada 06:42. Foto tersebut diambil dari jarak 186 km dari pusat komet.

Wilayah yang dilingkari dari gambar Komet 67P yang diambil  tanggal 12 April ini, menunjukkan wilayah terjadinya semburan pada 29 Juli.

Pada hari Kamis, 13 Agustus komet dan Rosetta akan berada pada jarak 186 juta kilometer dari matahari - ini adalah titik paling dekat dengan matahari dalam orbit 6,5 tahun merek. Dalam beberapa bulan terakhir, energi dari matahari telah meningkat memanaskan es beku komet - mengubahnya ke gas - kemudian mencurahkannya ke ruang angkasa, menyeret debu bersama dengannya. Periode sekitar perihelion secara ilmiah sangat penting, karena peningkatan intensitas sinar matahari dan bagian dari komet yang sebelumnya berada dalam tahun-tahun kegelapan dibanjiri dengan sinar matahari. Kegiatan umum komet diperkirakan akan mencapai puncaknya pada minggu-minggu setelah perihelion.

Orbit Komet 67P/Churyumov-Gerasimenko

Komet adalah kapsul waktu yang mengandung bahan primitif yang tersisa dari zaman ketika matahari dan planet-planet terbentuk. Kapal pendarat Rosetta, Philae, memperoleh gambar pertama diambil dari permukaan komet dan akan memberikan analisis kemungkinan komposisi primordial komet. Rosetta adalah pesawat ruang angkasa pertama yang menyaksikan dari dekat bagaimana perubahan komet saat dikenakan peningkatan intensitas radiasi matahari. Pengamatan ini membantu para ilmuwan mempelajari lebih lanjut tentang asal-usul dan evolusi tata surya kita dan komet mungkin berperan dalam pembenihan bumi dengan air, dan bahkan mungkin kehidupan.


Baca Juga:






Sumber: jpl.nasa.gov

Senin, 10 Agustus 2015

Mengapa Kita Mengalami Hujan Meteor

Saat melihat langit malam, kita kadang-kadang melihat kilasan cahaya meteor di langit. Umumnya dikenal sebagai bintang jatuh, mereka dapat dilihat pada setiap saat sepanjang tahun. Tapi ada saat-saat ketika sejumlah besar dari mereka dapat dilihat di langit malam. Bahkan terkadang hingga lebih dari 100 meteor per jam. Tapi kenapa fenomena hujan meteor ini terjadi?



Sebagian besar meteor yang kita amati adalah partikel debu seukuran butiran pasir. Saat partikel-partikel ini menyerang atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi, udara di sekitarnya dipanaskan sampai titik di mana ia terionisasi dan bersinar. Meteor itu sendiri biasanya terbakar sangat cepat dan tidak pernah mencapai tanah. Ada sejumlah kecil debu menyebar ke seluruh sistem tata surya kita, dan ini adalah mengapa mereka dapat terjadi setiap saat.

Hujan meteor terjadi ketika ada konsentrasi partikel debu masuk ke atmosfer bumi. Hal ini terjadi ketika Bumi melewati dekat orbit komet. Saat komet melewati bagian dalam tata surya, cahaya dan panas dari matahari menyebabkan permukaannya melontarkan gas dan debu. Inilah yang memberikan sebuah komet ekornya, tetapi juga berarti bahwa komet melepaskan jejak debu. Debu yang banyak ini terus mengorbit Matahari di lintasan yang sama seperti komet itu sendiri. Kemudian saat Bumi melalui wilayah tersebut, banyak meteor masuk ke atmosfer bumi dan dapat terjadi dalam hitungan jam.


Bagi banyak hujan meteor, kita benar-benar tahu komet apa yang menyebabkannya. Misalnya, hujan meteor Perseid berasal dari sebuah komet yang dikenal sebagai Swift-Tuttle, yang terakhir kali melewati dekat Matahari pada tahun 1992 dan tidak akan kembali sampai tahun 2126. Hujan meteor Orionid akan terjadi pada bulan Oktober memiliki asal-usul dari Komet Halley .

Karena kita tahu bahwa hujan meteor berasal dari komet, lalu kenapa kita tidak menamai mereka dengan nama komet asal mereka? Hujan meteor telah dikenal jauh sebelum mereka diketahui terkait dengan komet asal mereka, oleh karenanya mereka diidentifikasi dengan wilayah langit dari mana mereka seakan terlihat muncul atau berasal. Perseids sebagian besar terlihat muncul dari daerah dekat konstelasi Perseus, maka dinamai Perseid. Alasan hujan meteor muncul dari daerah yang sama dari langit adalah bahwa sebagian besar dari mereka menyerbu masuk ke atmosfer bumi dari arah yang sama secara umum (arah orbit kometnya). Karena perspektif, kita melihat meteor seakan datang dan berasal dari arah yang sama dengan satu wilayah langit, seperti rel kereta api paralel yang seakan muncul dari satu titik di cakrawala.


Di bulan agustus, bumi melintas dekat salah satu orbit komet yaitu komet Swift-Tuttle yang penuh dengan awan partikel debu dari komet tersebut. Ini menyebabkan bumi akan mengalami hujan meteor Perseid yang akan mencapai puncaknya pada 12-13 Agustus 2015 malam ini. Untuk melihatnya, amati dengan seksama rasi bintang Perseus di arah Timur Laut menjelang tengah malam. Cahaya-cahaya komet akan muncul dari titik radian dekat rasi bintang tersebut.


Sebuah perspektif dari bumi di orbitnya, orbit komet 109P / Swift-Tuttle, dan radian hujan meteor Perseid, yang menunjukkan hubungan spasial mereka pada 12 Agustus 00:00 UTC. Awan debu Perseid yang cukup lebar (~ 0.1 AU), mengisi frame.


Baca Juga:





Minggu, 09 Agustus 2015

Sejarah Terbentuknya Pulau Jawa dan Gunung Api Purba

Kisah kebumian yang menarik dan ‘menakjubkan’, sebagian diantaranya bahkan berkelas dunia, tercatat rapi dalam singkapan sejarah geologi Nusantara, salah satunya di Pulau Jawa. Yang istimewa, bukti-bukti warisan kebumian banyak terkumpul di seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Disini, sejumlah situs geologi dan warisan rupa bumi dari berbagai periode waktu yang mencapai puluhan juta tahun lampau, terkumpul dalam bentang area yang tak terlampau berjauhan. Kelengkapannya bahkan bisa dianggap mewakili sejarah geologi Pulau Jawa secara keseluruhan.



Masa-masa awal terbentuknya Pulau Jawa diperkirakan terjadi lebih dari 60 juta tahun yang lalu (Zaman Pre-Tersier), ketika pulau ini masih menjadi bagian dari sebuah benua besar yang dikenal sebagai superbenua Pangea.

Susunan batuan dasar yang membentuk Pulau Jawa memiliki asal-usul dan umur yang berbeda satu dengan yang lainnya. Jawa bagian barat diperkirakan telah terbentuk pada akhir Zaman Kapur (145 hingga 65 juta tahun lalu) dan menjadi bagian dari Paparan Sunda (Sundaland Core), sementara Jawa bagian timur diyakini berasal pecahan kecil benua Australia (sejumlah peneliti menyebutnya sebagai East Java Microcontinent). Bagian timur ini diperkirakan mulai ‘menabrak’ dan bergabung dengan bagian barat sekitar 100-70 juta tahun yang lalu hingga menciptakan bentuk awal Pulau Jawa yang ada saat ini.

Artinya, Pulau Jawa terbentuk dari gabungan dua lempeng benua dan bagian barat Pulau Jawa diyakini memiliki umur yang lebih tua dibanding bagian timurnya. Batas di antara kedua bagian ini tertandai dengan adanya sesar purba yang membentang dibawah Sungai Luk Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa dan berakhir di Pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.

Saat ini, hanya ada tiga tempat yang memiliki rekam jejak sejarah kebumian dari masa awal terbentuknya Pulau Jawa, yaitu Teluk Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat), Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah) dan Bayat (Klaten, Jawa Tengah). Rekaman ini tersimpan dalam bentuk singkapan yang menampakkan batuan dasar tertua yang berumur hingga sekitar 96 juta tahun. Singkapan ini terjadi sebagai akibat dari proses tumbukan antar lempeng disertai dengan erosi yang berlangsung terus-menerus dalam rentang waktu yang sangat panjang, jutaan tahun lamanya.


Dari masa ke masa, proses geologis berlangsung tanpa henti, menyusun beragam wujud muka bumi yang berbeda-beda. Proses pengendapan pertama diperkirakan terjadi antara 54 hingga 36 juta tahun lalu (Kala Eosen). Berbagai material terendapkan di cekungan-cekungan yang terbentuk akibat peregangan lempeng. Tersingkapnya batuan konglomerat, batugamping, batupasir serta batubara, menunjukkan ciri pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang terjadi saat itu.

Pada masa berikutnya, ketika Pulau Jawa sudah mulai terbentuk dengan poros membujur arah barat dan timur, muncul tekanan dahsyat dari arah selatan. Perlahan namun pasti, lempeng samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah utara ‘menabrak’ lempeng benua Eurasia dari sisi selatan pada zona yang berposisi sejajar dengan Pulau Jawa.

Lempeng samudera yang memiliki densitas atau massa jenis yang lebih tinggi mengalami subduksi atau penunjaman. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi penyebab terbentuknya palung laut, pegunungan, serta aktifitas vulkanik yang memunculkan bentukan gunung berapi. Sebagian material lempeng samudera Indo-Australia mengalami pelelehan, mencair menjadi magma dan menciptakan jalur vulkanik dalam posisi sejajar dengan poros panjang Pulau Jawa.

Inilah kelanjutan peristiwa yang menjadi bagian penting dari rangkaian sejarah terbentuknya Pulau Jawa, ditandai dengan mulai terbentuk gugusan gunung api purba sebagai jalur vulkanik yang berjajar di bagian selatan dan menjadi tulang punggung Pulau Jawa jutaan tahun yang lalu.


Menarik untuk dicatat, dalam kurun waktu antara 36 hingga 10,2 juta tahun lalu ini (Kala Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Awal), pada gugusan gunung api purba di Pulau Jawa ini, diperkirakan telah terjadi rangkaian peristiwa vulkanisme yang teramat dahsyat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penemuan singkapan lapisan batuan piroklastik serta ditemukannya batupasir vulkanik yang sangat tebal sebagai hasil erupsi gunung berapi purba. Berdasarkan bukti-bukti geologis yang ditemukan di sekitarnya, setidaknya telah dikenali dua gunung api purba yang di kalangan ahli geologi dinamai berdasarkan lokasi penemuan bukti-bukti geologisnya, bukan berdasarkan letak titik pusat aktifitas vulkaniknya. Kedua gunung api itu adalah Gunung Api Purba Semilir dan Gunung Api Purba Nglanggeran.

Konon, berdasarkan bukti endapan yang dihasilkannya, ditengarai pernah terjadi erupsi katastropik Gunung Api Purba Semilir yang kekuatannya nyaris setara dengan Supervolcano Toba di Sumatera (74.000 tahun yang lalu) dan Supervolcano Yellowstone di Wyoming, Amerika Serikat (2,1 juta tahun yang lalu). Kekuatan erupsi Gunung Api Purba Semilir saat itu diperkirakan tak kurang dari 10 kali lebih besar dari erupsi Gunung Tambora (1815), 100 kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau (1883) dan 1000 kali lebih besar erupsi Gunung St. Helena di Washington, Amerika Serikat (1980).

Inilah masa-masa dimana gunung api purba mengalami kejayaannya di Pulau Jawa. Namun pada kisaran 16 hingga 2 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah hingga Pliosen Akhir) kegiatan magmatisme di gugusan gunung api purba ini mulai jauh berkurang.

Gunung Purba Nglanggeran di Gunung Kidul Yogyakarta

Saat itu, situasi di sebagian besar Pulau Jawa masih berada dalam genangan laut dengan kehidupan biotanya yang berkembang dengan baik. Daerah pegunungan selatan merupakan daerah laut dangkal dengan airnya yang cenderung tenang, jernih, memiliki sumber makanan yang memadai, serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kondisi ini memungkinkan terbentuknya koloni koral atau kompleks terumbu yang sangat luas serta berkembang biaknya biota laut, seperti plankton, moluska, algae dan masih banyak lagi. Fakta ini terekam dengan baik dan dapat diamati pada ragam singkapan batugamping yang sangat tebal dan meluas di sepanjang sisi selatan dan sisi utara Pulau Jawa saat ini.

Pada kisaran 12 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah), mulailah terjadi pelandaian kemiringan penunjaman lempeng samudera Indo-Australia, sehingga proses pelelehan yang menghasilkan magma ikut bergeser ke arah utara. Proses ini terus berlanjut sampai sekitar 1,8 juta hingga 11.500 tahun yang lalu (Kala Pleistosen) dan masih tetap berlanjut hingga saat ini (Kala Holosen), meninggalkan gugusan gunung api purba yang telah terbentuk sebelumnya di sisi selatan Pulau Jawa.

Pergeseran jalur vulkanik yang mencapai jarak sekitar 50 hingga 100 kilometer ke arah utara ini, secara otomatis telah menonaktifkan semua gunung berapi purba, karena suplai magma hasil pelelehan di bawah permukaan bumi telah bergeser ke utara. Aktifitasnya gunung api purba seperti Nglanggeran, Semilir dan kemungkinan pusat-pusat erupsi lainnya, berangsur-angsur mulai turun, bahkan bisa dikatakan nyaris tak bersisa lagi. Kondisi Pulau Jawa pun menjadi relatif stabil, meskipun kegiatan magmatisme tetap ‘terpelihara’ oleh alam, bergeser ke sebelah utara.

_____________________________________________________________________________________________________

Tidak selamanya gunungapi itu hidup dan aktif, ada masa-masanya sebuah gunung api itu lahir, aktif akhirnya tertidur pulas dan mati. Secara mudah penjelasan diatas dapat digambarkan seperti dibawah ini.

Matinya gunungapi karena pergeseran zona subduksi
sumber gambar: rovicky.wordpress.com

Contoh diatas itu merupakan penjelasan matinya gunung-gunung api aktif akibat pergeseran zona subduksi atau zona penunjaman yang melandai. Namun dapat juga sebuah penunjaman mencuram sehingga seakan bergerak mundur atau kekiri.

Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS An Naml : 88)

_____________________________________________________________________________________________________


Pengendapan delta, sungai dan laut dangkal diatas Pulau Jawa menjadi proses alamiah yang telah berlangsung dalam kurun waktu antara 25,2 hingga 5,2 juta tahun silam. Penurunan muka air laut terjadi secara berangsur-angsur, mengiringi pengendapan-pengendapan material di daratan dan tepi laut. Pada saat yang sama, lempeng samudera Indo-Australia pun terus bergerak menekan lempeng benua Eurasia.

Sebagai akibatnya, perlahan namun pasti, pegunungan selatan Pulau Jawa mulai mengalami pengangkatan, sehingga daerah-daerah yang dahulunya berupa lingkungan laut dangkal, sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi daratan, bahkan sebagian diantaranya berubah menjadi perbukitan. Proses pembentukan berikut pusat aktifitas gunung api pun terus bertumbuh, beriringan dengan pengangkatan, pemiringan, erosi serta pertumbuhan terumbu secara ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Rangkaian peristiwa alam ini terus berlanjut dalam rentang jutaan tahun lamanya, hingga mencapai bentukan sempurna Pulau Jawa sebagaimana penampakannya di saat ini, dengan gugusan gunung berapi ‘muda’ di bagian tengahnya.

Singkapan di Karangsambung Kebumen

Bukti-bukti sejarah geologi Pulau Jawa ini terkumpul dalam bentang area yang tak terlampau berjauhan di seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Karangsambung dan Sungai luk Ulo, Kebumen di sebelah barat hingga Kawasan Karst Pegunungan Seribu di sebelah timur. Dari seputar Bayat di Klaten sebagai salah satu yang tertua, hingga Gunung Merapi yang mewakili usia ‘muda’.

Semuanya menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tak akan pernah habis digali dan diolah menjadi bahan pelajaran berharga, untuk memahami berbagai fenomena alam dan tatacara beradaptasi yang harus dilakukan oleh manusia yang menghuninya. Terlebih dalam memahami dan menyikapi beragam fenomena kebencanaan yang dalam pemahaman sebagian kalangan awam, seolah baru muncul secara tiba-tiba dalam beberapa dekade terakhir di zaman ini.


Baca Juga:








Sumber: kabaremagazine
Diberdayakan oleh Blogger.

 

© 2013 Alap-Alap. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top