Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 08 Oktober 2015

Timgad - Kota Kuno Koloni Romawi di Afrika

Reruntuhan Timgad atau juga disebut Tamugadhi, terletak di lereng Aures Massif, sekitar 35 km sebelah timur dari kota Batna, di yang saat ini adalah wilayah Aljazair. Dibangun hampir 2.000 tahun yang lalu, oleh Kaisar Romawi Trajan, kota ini diletakkan dalam presisi besar dan merupakan salah satu contoh yang terawetkan terbaik dari perencanaan tata kota (grid plan) yang digunakan oleh para perancang kota Romawi kuno.

Grid plan merupakan sistem pola jalan bersudut siku atau grid, pada kota dengan di mana bagian-bagian kotanya dibagi sedemikian rupa menjadi blok-blok empat persegi panjang dengan jalan-jalan yang paralel. Jalan-jalan di dalamnya dengan demikian menjadi tegak lurus satu sama lain.




Kota ini awalnya didirikan sebagai koloni militer oleh Kaisar Trajan sekitar tahun 100 M, dimaksudkan sebagai benteng pertahanan melawan suku Berber pegunungan Aures di dekatnya. Warga kota sebagian besar adalah veteran Parthia dari tentara Romawi yang dihadiahi tanah sebagai imbalan dari pengabdian mereka.

Desain asli kota adalah persegi sempurna, 355 meter panjangnya di setiap sisi, dengan desain orthogonal dipertegas oleh jalan Decumanus maximus (orientasi timur-barat) dan jalan cardo yang (orientasi utara-selatan) sisi-sisinya terdapat pilar-pilar Korintus. Rencananya adalah untuk memberikan ruang bagi 15.000 warga, namun kota dengan cepat melebihi jumlah itu dan tumpah di luar grid orthogonal dengan cara yang lebih longgar tapi terorganisir. Kota ini tumbuh untuk 300 tahun ke depan dan batas-batas baru ditambahkan ke rencana asli yang mengarah ke empat kali lipat dari ukuran asli.


Selama abad kedua dan ketiga, kota menikmati keberadaan damai. Letaknya yang sempurna di kepala Oued el-Abiod dan persimpangan penting, memberikan Romawi kontrol terhadap salah satu akses utama menuju Aures Mountains, dan karenanya juga akses ke dan dari Sahara. Mulai dari abad ke-3, kota itu menjadi pusat kegiatan Kristen, dan pusat Donatis di abad ke-4. Timgad mulai mengalami penurunan setelah invasi Vandal di abad ke-5 dan berikutnya diserang oleh kaum Berber.

Kota ini dihidupkan kembali pada abad ke-6 di bawah Kaisar Justinian, Bizantium. Sebuah benteng dibangun di luar kota asli dan banyak blok bangunan Romawi sebelumnya yang digunakan kembali. Tapi kota ini jatuh sekali lagi oleh invasi Arab di abad ke-7. Situs ini akhirnya ditinggalkan pada abad ke-8, dan kota ini dilupakan orang sampai digali dari bawah pasir pada tahun 1881.


Berabad-abad berbaring di bawah pasir Sahara, membuat Timgad tetap sangat baik terawetkan. Di ujung barat dari Decumanus maximus masih berdiri sebuah triumphal arch setinggi 12-meter, yang disebut Arch of Trajan, yang dibangun dari batu pasir, terdiri dari tiga lengkungan diapit oleh kolom Korintus. Ada juga sebuah kuil yang bernama Kuil Capitolene, didedikasikan untuk Jupiter yang kira-kira berdimensi sama seperti Pantheon di Roma. Sebuah citadel Bizantium besar berdiri di sebelah tenggara kota. Ada juga sebuah teater dengan 3.500 kursi dalam kondisi baik, perpustakaan, sebuah basilika dan empat tempat pemandian umum.














Baca Juga:







Sumber: hiddenunseen.blogspot.com

Epos Gilgames dan Atrahasis Sumeria

Epos atau Wiracarita adalah sejenis karya sastra tradisional yang menceritakan kisah kepahlawanan (wira berarti pahlawan dan carita adalah cerita/kisah). Epos ini seringkali dinyatakan dalam bentuk puisi atau syair.

Setiap Kebudayaan Besar selalu memiliki Epos nya masing-masing. Seperti India dengan Ramayana dan Mahabarata nya, Yunani dengan Illiad dan Odyssey nya serta Kebudayaan Mesopotamia dengan Gilgamesh dan Atrahasis nya.




Epos Gilgamesh

Epos Gilgames sebuah puisi epik dari Mesopotamia dan merupakan salah satu di antara karya sastra paling awal yang dikenal. Sebagai rangkaian legenda dan puisi Sumeria tentang raja Uruk atau pahlawan mitos Gilgames, yang dianggap sebagai penguasa pada millennium ketiga SM, dikumpulkan hingga menjadi sebuah puisi Akkadia yang panjang di kemudian hari, dengan versi terlengkap yang masih ada hingga sekarang dilestarikan dalam lempengan-lempengan tanah liat dalam koleksi perpustakaan raja Asyurbanipal dari Asyur pada abad ke-7 SM.

Pemerintahan Gilgames yang dianggap historis diyakini berlangsung sekitar tahun 2700 SM-2500 SM, 200-400 tahun sebelum kisah-kisah tertulis tertua yang dikenal. Penemuan artifak yang berkaitan dengan Agga dan Enmebaragesi dari Kish, dua raja lainnya yang disebut dalam cerita-cerita ini, telah memberikan kredibilitas kepada keberadaan historis Gilgames

Situs arkeologi dari Uruk, 30 kms timur dari Samara di Irak. Uruk terkenal karena dinding-dindingnya yang pertama kali dibangun 4.700 tahun yang lalu oleh bangsa Sumeria Raja Gilgamesh

Sejarah epos ini seringkali dibagi ke dalam tiga periode: lama, menengah, dan kemudian. Sementara ada banyak versi dari cerita ini selama rentangan hampir 2000 tahun, hanya periode lama dan kemudian yang telah memberikan cukup banyak temuan yang cukup signifikan yang memungkinkan penerjemahan yang koheren. Oleh karena itu, versi Babilonia lama, dan apa yang kini dirujuk sebagai edisi standar adalah teks-teks yang paling sering dimanfaatkan. Meskipun demikian, edisi standarnya telah menjadi dasar bagi terjemahan-terjemahan modern, dan versi lama hanya melengkapi versi standar apabila celah dalam lempengan tulisan pakunya besar.

Versi Sumeria tertua dari epos ini berasal dari masa Dinasti ketiga Ur (2150 SM-2000 SM). Versi Akkadia paling awal berasal dari awal milenium kedua. Versi Akkadia "standar", disusun oleh Sin-liqe-unninni pada masa antara 1300 SM dan 1000 SM. Versi-versi Akkadia standard dan yang lebih awal dibedakan berdasarkan kata-kata pembukaannya. Versi yang lebih tua dimulai dengan kata-kata "Mengalahkan semua raja lainnya", sementara pembukaan versi standarnya incipit adalah "Ia yang melihat kedalaman" (ša nagbu amāru). Kata bahasa Akkadia nagbu, "kedalaman", kemungkinan harus diterjemahkan di sini sebagai "misteri yang tidak dikenal". Namun, Andrew George percaya bahwa kata ini merujuk kepada pengetahuan khusus yang dibawa kembali Gilgames dari perjumpaannya dengan Uta-napishti: di sana ia memperoleh pengetahuan tentang ranah Ea, yang ranah kosmiknya dianggap sebagai mata air hikmat. Pada umumnya, para penafsir merasa bahwa Gilgames diberikan pengetahuan tentang bagaimana menyembah para dewata, tentang mengapa kematian ditetapkan untuk manusia, tentang apa yang menjadikan seseorang raja yang baik, dan tentang hakikat sejati tentang bagaimana menjalani hidup yang baik.

Isi kesebelas lempengan tanah liat

1. Gilgames dari Uruk, raja terbesar di muka bumi, dua-pertiga dewa dan sepertiga manusia, adalah Raja-Dewa terkuat yang pernah ada. Ketika rakyatnya mengeluh bahwa ia terlalu kejam, dan menyalahgunakan kekuasaannya dengan tidur dengan perempuan-perempuan lain sebelum mereka ditiduri oleh suami mereka, dewi penciptaan Aruru menciptakan manusia liar Enkidu, lawan yang sepadan yang juga menjadi pengganggu perhatiannya. Enkidu takluk oleh pikatan seorang imam perempuan/pelacur (pelacur kuil) Shamhat.

2. Enkidu menantang Gilgames. Setelah bertempur hebat, Gilgames dan Enkidu bersahabat (bagian ini hilang dari versi Babilonia Standar tetapi dipasok dari versi-versi lainnya). Gilgames mengusulkan sebuah petualangan ke Hutan para Dewa di Gunung Aras untuk membunuh suatu roh jahat.

3. Gilgames dan Enkidu bersiap-siap melakukan petualangan ke Hutan Aras, dengan dukungan dari banyak pihak termasuk dewa matahari Shamash.

4. Gilgames dan Enkidu pergi ke Hutan Aras.

5. Gilgames dan Enkidu, dengan bantuan dari Shamash, membunuh Humbaba, roh jahat/monster penjaga pohon-pohon. Tetapi sebelum ini terjadi Humbaba mengutuk mereka berdua, dan mengatakan bahwa salah seorang dari mereka akan mati karena hal ini; lalu Gilgames dan Enkidu menebang pohon-pohon, yang mereka apungkan sebagai rakit untuk kembali ke Uruk.

 Humbaba dikeroyok oleh Gilgames dan Enkidu

6. Gilgames menolak ajakan seksual dari anak perempuan Anu, dewi Ishtar. Ishtar meminta kepada ayahnya agar mengirimkan "Banteng Surgawi" untuk membalas penolakan ajakan seksual ini. Gilgames dan Enkidu membunuh sang banteng.

7. Para dewata memutuskan bahwa ada yang harus dihukum karena membunuh sang Banteng Surgawi. Mereka menghukum Enkidu. Hal ini juga menggenapi kutukan Humbaba. Enkidu jatuh sakit dan menggambarkan Dunia bawah sementara ia terbaring sekarat.

8. Gilgames meratap karena Enkidu, sambil menawarkan berbagai pemberian kepada banyak dewata agar mereka mau berjalan di sisi Enkidu di dunia bawah.

9. Gilgames berangkat untuk mengelakkan nasib Enkidu dan membuat perjalanan berbahaya untuk mengunjungi Utnapishtim dan istrinya, satu-satunya manusia yang berhasil selamat dari banjir yang sangat dahsyat yang diberikan keabadian oleh para dewata, dengan harapan bahwa ia pun dapat memperoleh keabadian. Dalam perjalanan, Gilgames berjumpa dengan alewyfe Siduri yang berusaha membujuknya agar menghentikan perjalanannya itu.

10. Gilgames berangkat dengan kapal melintasi Air Kematian bersama Urshanabi, sang jurumudi, dan menyelesaikan perjalanan menuju dunia bawah.

11. Gilgames berjumpa dengan Utnapishtim, yang menceritakan kepadanya tentang air bah yang dahsyat dan dengan enggan memberikan kepadanya kesempatan untuk hidup abadi.

Ia mengatakan kepada Gilgames bahwa bila ia dapat bertahan tidak tidur selama enam hari dan tujuh malam, ia akan abadi. Namun, Gilgames jatuh tertidur dan Utnapishtim menyuruh istrinya memanggang roti untuk setiap hari ia tertidur, sehingga Gilgames tidak dapat menyangkal kegagalannya.

Ketika Gilgames terbangun, Utnapishtim menceritakan lagi kepadanya tentang sebuah tanaman yang terdapat di dasar laut dan bahwa bila ia memperolehnya dan memakannya, ia akan menjadi muda kembali, menjadi seorang pemuda lagi. Gilgames memperoleh tanaman itu, tetapi ia tidak segera memakannya karena ia ingin juga membagikannya kepada para tua-tua Uruk lainnya. Ia menempatkan tanaman itu di tepi sebuah danau sementara ia mandi, dan tanaman itu dicuri oleh seekor ular.


Setelah gagal dalam kedua kesempatan itu, Gilgames kembali ke Uruk, dan ketika ia melihat dinding-dindingnya yang begitu besar dan kuat, ia memuji karya abadi manusia yang fana ini. Gilgames menyadari bahwa cara makhluk fana untuk mencapai keabadian adalah melalui karya peradaban dan kebudayaan yang kekal.

_____________________________________________________________________________________________________

Namun sebuah tablet yang baru saja ditemukan memberikan gambaran yang lebih rinci dari 'Hutan para Dewa' di Pegunungan Aras yang merupakan bagian dari tablet kelima.

Tablet baru tersebut menggambarkan Hutan Aras penuh dengan suara burung, jangkrik dan monyet yang menjerit dan berteriak di pohon-pohon.  Humbaba muncul bukan sebagai monster atau roh jahat tetapi sebagai penguasa asing, yang terhibur oleh suara-suara hutan. Baris lain juga mengungkapkan bagaimana Enkidu dan Humbaba adalah teman masa kecil

Tablet temuan terbaru juga mengungkapkan rasa sesal dan bersalah yang Gilgames dan Enkidu rasakan ketika menghancurkan hutan.
_____________________________________________________________________________________________________



Epos Atrahasis

Epos Atrahasis adalah cerita mengenai penciptaan sampai air bah yang berasal dari Babilonia. Diduga ditulis sekitar abad ke-18 SM dalam bahasa Akkadia. Merupakan salah satu dari 3 cerita air bah yang terawetkan dari zaman Babel. Salinan tertua tradisi epos mengenai Atrahasis dapat dilacak waktu penulisannya dari bagian kolofon (catatan kaki, yang mencantumkan identifikasi pembuat prasasti) ke zaman pemerintahan cicit Hammurabi, Ammi-Saduqa (1646–1626 SM), tetapi ada lagi sejumlah fragmen Babel tua; naskah ini terus disalin sampai ke milenium pertama SM.

Kisah Atrahasis juga ada dalam versi Asyur yang kemudian, pertama kalinya ditemukan di perpustakaan raja Asyurbanipal, tetapi karena keadaan tablet yang buruk dan kata-kata yang bermakna tidak jelas, terjemahannya juga tidak dapat dipastikan. Fragmen-fragmen ini pertama-tama digabungkan dan diterjemahkan oleh pakar assyriologis George Smith sebagai The Chaldean Account of Genesis (Kisah Kejadian dari Kasdim); nama pahlawannya dibetulkan menjadi Atra-Hasis oleh Heinrich Zimmern pada tahun 1899. Nama Atrahasis (="luarbiasa bijak"; "exceedingly wise") atau "Atra-Hasis" muncul dalam salah satu Daftar Raja Sumeria sebagai raja dari Shuruppak pada waktu sebelum air bah.

Isi
Panjang Epos Atrahasis adalah 1245 baris. Versi yang terlengkap terdiri dari 3 lempengan Tablet. Epos ini merupakan cerita tentang air bah yang paling lengkap dibandingkan cerita-cerita air bah lainnya yang beredar di Mesopotamia selain Epos Gilgamesh.

Tablet I
Tablet I memuat cerita penciptaan berkaitan dengan dewa-dewa Sumeria Anu, Enlil, dan Enki, yaitu dewa langit, angin dan air, “ketika dewa-dewa hidup dengan cara manusia” menurut catatan (incipit) itu. Berdasarkan undian (cleromancy; casting of lots), langit diperintah oleh Anu, bumi oleh Enlil, dan lautan oleh Enki. Enlil menugaskan dewa-dewa muda (dingir, junior divines) untuk bekerja menggali tanah untuk membuat irigasi dan bercocok tanam.


Setelah 40 tahun, para dingir itu merasa pekerjaan itu begitu berat sehingga mereka memberontak dan menolak untuk bekerja berat semacam itu. Mereka kemudian pergi ke istana dewa Enlil sebagai sang penguasa dunia dengan tujuan membakar habis istana tersebut. Ini membuat Enlil amat murka dan ia membunuh dewa yang menjadi pemimpin pemberontakan tersebut.

Namun Enki, yang juga merupakan penasehat bijak dan berhati baik dari para dewa itu, mengusulkan untuk tidak menghukum semua dingir, melainkan menciptakan manusia untuk melakukan pekerjaan menggantikan para dewa. Enlil lalu menyuruh dewi ibu Mami untuk menciptakan manusia dengan membentuk tanah liat yang dicampuri daging dan darah dewa yang dibunuh Geshtu-E, “dewa yang memiliki kepandaian” (namanya berarti “telinga” atau “hikmat”). Semua dewa bergantian meludah kepada tanah liat itu. Setelah 10 bulan, suatu bentuk rahim pecah dan lahirlah para manusia.

Dewa-dewa menjadi senang karena manusia mau melakukan pekerjaan mereka. Akan tetapi, manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menjadi begitu ribut. Akibatnya, banyak dewa yang terganggu istirahatnya. Atrahasis disebut-sebut di akhir Tablet I.

Tablet II
Mengingat jumlah manusia yang terlalu banyak maka penyakit, kelaparan dan masa kekeringan pun diberikan oleh Enlil agar keributan manusia dapat dikurangi dalam tenggang waktu 1200 tahun setiap kalinya. Nampaknya dalam epos ini Enlil digambarkan sebagai dewa yang jahat, sedangkan Enki adalah dewa yang baik, mungkin karena kisah ini ditulis oleh para imam penyembah Enki. Tablet II rusak berat, tetapi di akhirnya dituliskan bahwa dalam persidangan para dewa, diputuskanlah bahwa seluruh manusia akan dibinasakan dengan air bah. Enki atau Ea yang rupanya senang dengan manusia diwajibkan untuk merahasiakan hal itu dari manusia.

Tablet III
Tablet III ini memuat cerita air bah. Bagian inilah yang diadaptasi dalam Epos Gilgames Tablet IX. Dikisahkan bahwa manusia yang disenangi Enki adalah Atrahasis dari Shuruppak. Ia memberitahukan rencana tersebut pada Atrahasis Enki berbicara melalui tembok jerami (mengindikasikan suatu ramalan) untuk membongkar rumahnya dan membuat sebuah kapal besar supaya Atrahasis bersama keluarganya selamat dari bencana air bah kiriman Enlil itu. Kapal itu mempunyai atap seperti Apsu (dunia air di bawah tanah yang merupakan tempat bertahtanya Enki), lantai atas dan bawah, dan dilekatkan dengan bitumen. Atrahasis memasuki kapal beserta keluarganya dan para binatang dan kemudian menutup pintu rapat-rapat. Angin ribut dan air bah mulai datang. Dewa-dewapun ketakutan. Setelah 7 hari, air bah berhenti dan Atrahasis mempersembahkan korban kepada para dewa. Enlil marah karena menganggap Enki melanggar sumpahnya untuk merahasiakan. Tetapi Enki menolak melanggar sumpah dan mengatakan bahwa: “Aku mau memastikan hidup itu terpelihara.” Enki dan Enlil sepakat untuk mengatur jumlah penduduk manusia dengan cara lain.


_____________________________________________________________________________________________________


Banyak orang yang menyatakan kemiripan epos-epos diatas dengan kisah-kisah Alkitab. Namun menurut AMJG, epos diatas hanyalah dongeng-dongeng atau karangan manusia. Bisa saja pengarangnya terinspirasi dengan kitab-kitab suci terdahulu lalu membuat ceritanya sendiri atau mungkin juga epos-epos diatas adalah kisah dari kitab suci terdahulu yang sudah sangat terdistorsi setelah berulang kali diceritakan kembali.

Bayangkan saja seperti ini: Ribuan tahun setelah masakini, para arkeolog masa depan menemukan kisah Harry Potter, misalnya. Lalu apakah benar jika mereka menyimpulkan bahwa kehidupan ribuan tahun lalu (masakini kita) penuh dengan para tukang sihir? ... hehehe


Baca Juga:








Sumber: Wikipedia

Selasa, 06 Oktober 2015

Stari Most - Jembatan Tua Ottoman di Bosnia

Stari Most (Jembatan Tua) atau juga sering disebut Jembatan Mostar adalah jembatan Ottoman abad ke-16 di kota Mostar di Bosnia and Herzegovina yang melintasi sungai Neretva dan menghubungkan dua bagian kota itu.



Elegan dalam kesederhanaannya, jembatan terdiri dari satu lengkungan (yang dibuat dari batu-batu kapur lokal yang dikenal sebagai tenelija) selebar 30 meter dan tinggi 24 meter. Dua menara melindungi pintu masuk ke jembatan. Struktur-struktur batu besar itu berdiri kontras dengan siluet ramping jembatan, dan ini justru menekankan keindahannya.

Kota sekitarnya, Mostar, bahkan berutang nama dari jembatan, "most" berarti jembatan dalam bahasa Serbo-Kroasia.



Jembatan elegan yang membentang diatas Sungai Neretva itu dirancang oleh arsitek Ottoman (Turki) Mimar Hayruddin, murid dari arsitek terkenal Mimar Sinan. Jembatan ini selesai pada tahun 1566 setelah sembilan tahun pembangunan dan kota sekitarnya menjadi pusat perdagangan yang berkembang. Jembatan sepanjang 29 meter ini adalah contoh klasik dari rentang tunggal, jembatan lengkung batu dan merupakan contoh teknologi canggih di masanya. Jembatan ini menjadi situs Warisan Dunia pada abad kedua puluh ..


Sultan Kekaisaran Ottoman pernah bersumpah akan mengeksekusi Mimar Hayruddin jika jembatan runtuh setelah dukungan kayu nya dihapus. Dikatakan bahwa Hayruddin mulai menggali kuburnya sendiri pada hari ia menghapus dukungan kayu pada jembatan tersebut. Namun, jembatan ini berdiri selama 429 tahun, (dan bisa lebih lama lagi jika tidak dihancurkan oleh peluru-peluru tank kroasia), sebuah bukti desain dan konstruksi yang sangat baik.


Salah satu hal unik yang dilakukan orang-orang di jembatan ini adalah lompat indah dari jembatan ke sungai dibawahnya. Hal ini telah dilakukan penduduk sejak lama hingga diadakan lomba lompat indah di jembatan ini tiap tahunnya.


Perang Bosnia di awal 1990-an, selain banyak memakan korban manusia, juga arsitektur. Salah satu nya adalah Jembatan Tua dari Mostar. Padahal jembatan ini telah lama menjadi salah satu landmark yang paling ikonik dari Bosnia dan federasi Yugoslavia. Jembatan dihancurkan oleh tank-tank angkatan bersenjata Kroasia pada 9 November 1993. Tidak jelas mengapa tentara Kroasia menghancurkan jembatan bersejarah tersebut, kecuali sebagai tindakan balas dendam, karena jembatan tidak memiliki signifikansi militer.




Setelah perang selesai, UNESCO, Bank Dunia dan Kota Mostar meluncurkan sebuah proyek untuk merekonstruksi Stari Most. Sebanyak mungkin batu kapur putih dari reruntuhan jembatan tua diselamatkan dari dasar sungai. Batu-batu baru juga digali dari tambang terdekat dengan tujuan untuk menyelesaikan rekonstruksi pada tahun 2004. Pembangunan kembali jembatan akan melambangkan penyatuan kembali Mostar dan akan menjadi bagian dari proses penyembuhan untuk kota yang terdiri dari beberapa etnis ini.







Baca Juga:




Senin, 05 Oktober 2015

Gold Museum dan Legenda Harta Inca yang Hilang

Gold Museum di Bogota adalah salah satu museum yang paling penting Columbia, karena menampilkan koleksi kerajinan emas yang luar biasa dari masa Pra Hispanik. Museum ini memiliki lebih dari 34.000 keping emas, milik budaya asli yang hidup lebih dari 500 tahun yang lalu, selama Kekaisaran Inca dan jauh sebelum itu. Emas-emas yang dipamerkan merupakan koleksi terbesar dari seni emas Amerika Selatan pra-Columbus di dunia, dan bersama-sama dengan karya-karya seni seperti tembikar, kayu, tekstil dan benda-benda arkeologi lainnya, mereka menceritakan kisah-kisah dari lebih selusin masyarakat adat yang menghuni dari apa yang sekarang dikenal sebagai Kolombia sebelum tersentuh oleh Eropa.

Penduduk asli Amerika Selatan kaya akan emas dan perak. Orang-orang ini telah memiliki pertambangan di Andes dan menghasilkan karya-karya dengan logam mulia itu selama ribuan tahun, menciptakan perhiasan  dan pernak pernik yang halus buatannya. Penggunaan emas adalah untuk upacara keagamaan dan upacara adat, sebagai persembahan yang indah untuk para dewa atau tanda status dan kekuasaan.

Sebuah display di Museum Emas di Bogota. Topeng emas ini dibuat antara 200 SM sampai 900 Masehi.

Ketika Spanyol datang, mereka dengan cepat menjarah ribuan kilo emas dan perak Kekaisaran Inca. Emas yang selamat dari penjarahan hanyalah yang tersembunyi di makam-makam rahasia dan situs-situs suci, dan sekarang berada di Museum Emas. Museum ini didirikan pada tahun 1939 dengan akuisisi besar pertama, adalah sebuah peti berisi emas orang-orang Quimbaya yang disebut Poporo Quimbaya. Permukaan yang halus dari bejana emas dan mahkota yang simetris membuat itu seperti hasil buatan modern, meskipun sebenarnya dibuat antara 1500 sampai 2000 tahun yang lalu.

Koleksi museum yang paling berharga adalah Muisca Raft ditemukan pada tahun 1886 di sebuah gua Kolombia. Potongan ini panjangnya sekitar 10 inci dan menggambarkan seorang kepala suku berdiri di rakit datar dan dikelilingi oleh imam dan pendayung, ini tampaknya menggambarkan upacara di El Dorado yang legendaris, sebuah kota yang dikatakan memiliki kekayaan yang tak terbayangkan, yang menggoda penjajah Spanyol. Item beratnya 287 gram dan 80% adalah emas.

The Muisca Raft, sekitar tahun 600 AD - 1600 AD.

Seperti yang tampak dari Museum Emas, penjajah Spanyol tidak berhasil mendapatkan semua harta Inca, dan beberapa percaya bahwa ada koleksi yang lebih besar - timbunan besar emas, tersembunyi di suatu tempat jauh di dalam gunung, masih menunggu untuk ditemukan.

Legenda ini dimulai pada abad ke-16, ketika Kaisar Atahualpa ditangkap oleh komandan Spanyol Francisco Pizarro. Pizarro setuju untuk melepaskan Atahualpa jika Kaisar Inca mengisi penuh sebuah ruangan besar, sekitar 7x 5 x 2,5 meter dengan emas dan perak. Atahualpa menyanggupinya, namun sebelum bagian terakhir tebusan dan yang terbesar disampaikan, Spanyol takut akan dapat serangan dari panglima Atahualpa, sehingga mereka mengeksekusi Atahualpa. Cerita berlanjut, ketika masarakat Atahualpa tahu bahwa raja mereka akhirnya dibunuh Spanyol, mereka mulai paham bahwa Spanyol hanya menginginkan emas dan perak mereka. Mereka pun kemudian mengubur emas-emas mereka di sebuah gua rahasia di gunung Llanganates, di suatu tempat antara Andes dan Amazon. Ada versi yang berbeda yang mengatakan bahwa emas-emas itu dilemparkan ke danau sehingga Spanyol tidak pernah bisa mendapatkannya.

Selama dua ratus tahun ke depan, puluhan ekspedisi yang membawa ribuan orang datang mencari harta yang hilang, tapi pegunungan Llanganates menolak untuk menyerahkan rahasianya.

Sebuah masker penguburan, sekitar tahun 100 SM - 400 AD.

Sulit untuk mengatakan apakah itu benar-benar terjadi atau hanya dongeng, tetapi ada ekstensi lain untuk cerita ini. Legenda berlanjut bahwa seorang Spanyol bernama Vincente de Valverde, yang kemudian menjadi uskup Cuzco, menemukan emas setelah menikah dengan seorang putri Inca lokal. Sebelum meninggal, Valverde menulis panduan lengkap - yang disebut Derrotero de Valverde - tentang cara untuk menemukan harta karun itu, dan dokumen diwariskan ke Raja Charles V dari Spanyol. Beberapa upaya dilakukan untuk menemukan harta itu tapi setiap kali raja mengirim orang-orangnya maka akan menghilang secara misterius.

Tidak ada yang tahu tentang harta karun atau panduan itu, sampai lebih dari 300 tahun kemudian, di tahun 1850-an, ketika ahli botani Inggris Richard Spruce dilaporkan menemukan panduan Valverde dan peta terkait. Richard Spruce tidak bisa menemukan emas, tapi pencari harta karun Kapten Barth Blake diyakini menemukannya.

Blake membuat peta wilayah tersebut dan mengirimkan beberapa surat ke rumahnya. Dalam salah satu suratnya ia menulis:

Tidak mungkin bagi saya untuk menggambarkan kekayaan yang sekarang terletak pada gua yang ditandai pada peta saya, tapi saya tidak bisa mengambilnya sendirian, bahkan ribuan orang juga tidak  ... Ada ribuan kerajinan emas dan perak dari Inca dan pra-Inca kerajinan, karya para pandai emas paling mahir, yang anda tidak dapat bayangkan kemahirannya, sosok seukuran manusia yang terbuat dari tempaan emas dan perak, demikian juga burung, hewan, batang jagung, bunga, yang semuanya terbuat dari emas dan perak. Ada juga pot-pot penuh perhiasan yang paling luar biasa. Vas emas penuh zamrud.

Blake mengambil apa yang bisa ia bawa dan berangkat ke New York di mana ia berencana untuk mengumpulkan dana bagi sebuah ekspedisi untuk mengambil semua harta. Namun Blake tak pernah mencapai New York. Ada yang mengatakan dia didorong ke laut. Jika cerita itu benar, Blake mungkin orang terakhir yang melihat emas yang hilang tersebut.

Legenda harta Inca yang hilang bertahan sampai saat ini, menginspirasi puluhan buku, film dan para petualang yang sesekali masih berkeliaran di hutan belantara Amerika Selatan untuk mencarinya.



Sebuah perisai dada dalam bentuk sebuah-manusia kelelawar, sekitar tahun 900 AD - 1600 AD

Sebuah sosok wanita terbuat dari tanah liat, sekitar tahun 300 AD - 1600 AD





Amulet (jimat) Emas


Liontin Telinga



Baca Juga:








Source: hiddenunseen.blogspot.com

Minggu, 04 Oktober 2015

Mega Tsunami di Pulau Santiago

Kita hidup pada planet yang dinamis, kadang-kadang dinamikanya dahsyat. Hanya saja kita juga hidup di atasnya baru dalam jangka waktu geologi yang relatif singkat, jadi kita banyak tidak mengalami sebagian besar aksi yang terjadi di planet kita.



Para ilmuwan menerbitkan sebuah studi baru yang diterbitkan di Science Advances, yang menunjukkan terjadinya megatsunami yang luarbiasa kuat di kepulauan Cape Verde di lepas pantai Afrika sekitar 73.000 tahun yang lalu. Sekitar waktu itu, mereka percaya, sebuah bagian besar pulau vulkanik Fogo runtuh ke laut, menciptakan gelombang raksasa lebih dari 300 kaki tingginya yang melakukan perjalanan sekitar 30 mil ke pulau Santiago - di mana gelombang itu akan melakukan hal-hal yang luar biasa .


Ketika gelombang menghantam, kata teori tersebut, gelombang itu begitu kuat sehingga melonjak ke atas tebing tinggi lebih dari 600 kaki, akhirnya mencapai tingkat air hampir 900 kaki di atas permukaan laut - hampir setinggi Menara Eiffel. Gelombang ini juga merobek tebing di bawah menjadi batu-batu besar - atau mungkin langsung merobek batu-batu itu sendiri - dan membawa mereka ke puncak dataran tinggi di mana ilmuwan modern nantinya akan mengidentifikasi mereka.

"Runtuhnya massa besar ke air haruslah menghasilkan gerakan air," kata Ricardo Ramalho, peneliti utama di balik penelitian ini. "Dan dalam kasus runtuhnya flank (sayap) vulkanik, mereka bisa sangat akut, karena semua massa ini runtuh ke dalam lautan." Ramalho menerbitkan karya bersama dengan tim peneliti dari Columbia University serta beberapa universitas di Portugal dan Jepang .

Studi baru berasal dengan misteri sederhana - Ramalho yang berada di Santiago pada tahun 2007, melihat batu-batu besar di atas dataran tinggi, di tepi tebing curam. Saat itu ia bingung dengan asal-usul batu-batu besar tersebut. Ia tidak tahu bagaimana batu-batu besar tersebut bisa berada disana.


Tapi beberapa tahun kemudian, peneliti lain menerbitkan bukti yang menunjukkan tsunami pernah menghantam Santiago di masa lalu. Mereka hanya mendokumentasikan dampak tsunami pada ketinggian rendah, dan tidak di atas dataran tinggi. Ini menginspirasi Ramalho dan koleganya untuk melihat lebih dekat pada batu-batu besar diatas tebing yang pernah ia lihat dan bukti geologi terkait lainnya pada ketinggian yang lebih tinggi.

Ini menambahkan gambaran dan bukti kuat bahwa Fogo, pulau terdekat yang terdiri dari gunung berapi yang besar dan masih aktif yang menjulangt empat mil dari dasar laut, telah mengalami keruntuhan parsial - dasar laut terdekat menunjukkan bukti longsoran besar. Beberapa ilmuwan telah lama berasumsi bahwa longsoran besar seperti itu bisa menciptakan sebuah megatsunami.

Pulau Fogo di Kepualuan Cape Verde, terlihat bekas-bekas longsoran besar di sayap timurnya

Namun konsep megatsunami ini sebelumnya telah ditentang oleh beberapa ilmuwan lain dan telah menyebabkan debat ilmiah besar dan panjang. Para penentang mengatakan bahwa runtuhnya Fogo terjadi secara bertahap dan bukan sekaligus - dalam hal ini mungkin telah menciptakan beberapa tsunami kecil, bukan sebuah tsunami raksasa. Argumen seperti ini telah lama menjadi salah satu argumen menentang konsep megatsunami yang terjadi akibat runtuhnya pulau-pulau vulkanik lainnya.

Tapi setelah memeriksa batu-batu dan bukti geologi terkait lainnya pada dataran tinggi di Santiago - daerah yang berada di seberang laut dari lokasi reruntuhan Fogo - Ramalho dan rekan-rekannya kini menegaskan bahwa batu-batu besar itu harus datang dari jauh di bawah, lalu naik ke tebing vertikal belaka. Dan mereka mengatakan hanya megatsunami yang bisa melakukan itu.

Bukti-bukti terlihat pada sifat dari batu-batu, yang terdiri dari jenis batuan yang "eksklusif terpotong keluar dari sisi tebing dan lereng yang lebih rendah, menyiratkan bahwa batu-batu itu berasal dari bawah tebing," tulis para peneliti.


Para ilmuwan juga menggunakan teknik cosmogenic, didasarkan pada bagaimana sinar kosmik yang membombardir Bumi membuat isotop yang unik pada permukaan batu. Hasilnya menunjukkan bahwa batu-batu besar tersebut  telah duduk terpapar sinar matahari di dataran tinggi, selama waktu ketika runtuhnya Fogo terjadi.

Oleh karena itu para peneliti menyimpulkan bahwa batu-batu yang "dipotong dari tepi dan sisi tebing bagian bawah" oleh gelombang raksasa dan kemudian "diangkut menanjak ke permukaan dataran tinggi."

Berikut adalah diagram, oleh Ramalho, yang mendokumentasikan apa yang terjadi menurut para peneliti, dan skala yang luar biasa:


Longsor di pulau Fogo memicu tsunami raksasa yang menggenangi Santiago (Cape Verde), 73.000 tahun yang lalu, yang sampai saat ini adalah salah satu tsunami yang terbesar yang dikenal dalam catatan geologi. Gelombang itu setidaknya 170 m tingginya, cukup tinggi untuk menenggelamkan Patung Liberty dan dek observasi kedua Menara Eiffel.

"Anda hanya dapat menjelaskan keberadaan deposit-deposit itu dari dampak tsunami raksasa yang mendekat dari sisi barat pulau, dan tentu saja, di situlah Fogo berada," kata Ramalho.

Runtuhan atau longsoran jenis ini, kata Ramalho, utamanya terjadi pada pulau-pulau vulkanik, karena jenis pulau ini didorong ke atas secara dramatis dari dasar laut. "Mereka adalah beberapa fitur tertinggi di Bumi," katanya. "Pulau besar Hawaii, jika Anda memperhitungkan dari dasar dasar laut sampai ke puncak, maka akan lebih tinggi dari Gunung Everest."

Memang, ada juga yang menerbitkan penelitian yang menunjukkan bahwa megatsunami terjadi di Kepulauan Hawaii, lebih dari 100.000 tahun yang lalu. Dan ada saran lama bahwa runtuhnya gunung berapi Cumbre Vieja di pulau La Palma Kepulauan Canary 'bisa menciptakan tsunami yang bergerak di seluruh Atlantik dan menghantam Amerika Serikat, seperti yang ditunjukkan di dua video dibawah ini:




Para peneliti mengatakan mereka tidak ingin menakut-nakuti orang, tetapi mereka berpikir bahwa pulau-pulau vulkanik tertentu secara teoritis mampu menghasilkan peristiwa serupa. Harus ada studi lebih dari pulau vulkanik dan potensi runtuhnya flank (sayap) sehingga kita dapat menilai secara realistis potensi bahaya dari peristiwa yang langka tapi berdampak tinggi tersebut," studi menyimpulkan.

"Saya tidak mengatakan bahwa ini akan terjadi pada Fogo atau di tempat lain, besok," kata Ramalho. "Saya hanya mengatakan, ini terjadi di masa lalu, jadi kita perlu waspada."


Baca Juga:






Sumber: dailymail.co.uk
Diberdayakan oleh Blogger.

 

© 2013 Alap-Alap. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top