Senin, 10 Agustus 2015

Mengapa Kita Mengalami Hujan Meteor

Saat melihat langit malam, kita kadang-kadang melihat kilasan cahaya meteor di langit. Umumnya dikenal sebagai bintang jatuh, mereka dapat dilihat pada setiap saat sepanjang tahun. Tapi ada saat-saat ketika sejumlah besar dari mereka dapat dilihat di langit malam. Bahkan terkadang hingga lebih dari 100 meteor per jam. Tapi kenapa fenomena hujan meteor ini terjadi?



Sebagian besar meteor yang kita amati adalah partikel debu seukuran butiran pasir. Saat partikel-partikel ini menyerang atmosfer bumi dengan kecepatan tinggi, udara di sekitarnya dipanaskan sampai titik di mana ia terionisasi dan bersinar. Meteor itu sendiri biasanya terbakar sangat cepat dan tidak pernah mencapai tanah. Ada sejumlah kecil debu menyebar ke seluruh sistem tata surya kita, dan ini adalah mengapa mereka dapat terjadi setiap saat.

Hujan meteor terjadi ketika ada konsentrasi partikel debu masuk ke atmosfer bumi. Hal ini terjadi ketika Bumi melewati dekat orbit komet. Saat komet melewati bagian dalam tata surya, cahaya dan panas dari matahari menyebabkan permukaannya melontarkan gas dan debu. Inilah yang memberikan sebuah komet ekornya, tetapi juga berarti bahwa komet melepaskan jejak debu. Debu yang banyak ini terus mengorbit Matahari di lintasan yang sama seperti komet itu sendiri. Kemudian saat Bumi melalui wilayah tersebut, banyak meteor masuk ke atmosfer bumi dan dapat terjadi dalam hitungan jam.


Bagi banyak hujan meteor, kita benar-benar tahu komet apa yang menyebabkannya. Misalnya, hujan meteor Perseid berasal dari sebuah komet yang dikenal sebagai Swift-Tuttle, yang terakhir kali melewati dekat Matahari pada tahun 1992 dan tidak akan kembali sampai tahun 2126. Hujan meteor Orionid akan terjadi pada bulan Oktober memiliki asal-usul dari Komet Halley .

Karena kita tahu bahwa hujan meteor berasal dari komet, lalu kenapa kita tidak menamai mereka dengan nama komet asal mereka? Hujan meteor telah dikenal jauh sebelum mereka diketahui terkait dengan komet asal mereka, oleh karenanya mereka diidentifikasi dengan wilayah langit dari mana mereka seakan terlihat muncul atau berasal. Perseids sebagian besar terlihat muncul dari daerah dekat konstelasi Perseus, maka dinamai Perseid. Alasan hujan meteor muncul dari daerah yang sama dari langit adalah bahwa sebagian besar dari mereka menyerbu masuk ke atmosfer bumi dari arah yang sama secara umum (arah orbit kometnya). Karena perspektif, kita melihat meteor seakan datang dan berasal dari arah yang sama dengan satu wilayah langit, seperti rel kereta api paralel yang seakan muncul dari satu titik di cakrawala.


Di bulan agustus, bumi melintas dekat salah satu orbit komet yaitu komet Swift-Tuttle yang penuh dengan awan partikel debu dari komet tersebut. Ini menyebabkan bumi akan mengalami hujan meteor Perseid yang akan mencapai puncaknya pada 12-13 Agustus 2015 malam ini. Untuk melihatnya, amati dengan seksama rasi bintang Perseus di arah Timur Laut menjelang tengah malam. Cahaya-cahaya komet akan muncul dari titik radian dekat rasi bintang tersebut.


Sebuah perspektif dari bumi di orbitnya, orbit komet 109P / Swift-Tuttle, dan radian hujan meteor Perseid, yang menunjukkan hubungan spasial mereka pada 12 Agustus 00:00 UTC. Awan debu Perseid yang cukup lebar (~ 0.1 AU), mengisi frame.


Baca Juga:





Minggu, 09 Agustus 2015

Sejarah Terbentuknya Pulau Jawa dan Gunung Api Purba

Kisah kebumian yang menarik dan ‘menakjubkan’, sebagian diantaranya bahkan berkelas dunia, tercatat rapi dalam singkapan sejarah geologi Nusantara, salah satunya di Pulau Jawa. Yang istimewa, bukti-bukti warisan kebumian banyak terkumpul di seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Disini, sejumlah situs geologi dan warisan rupa bumi dari berbagai periode waktu yang mencapai puluhan juta tahun lampau, terkumpul dalam bentang area yang tak terlampau berjauhan. Kelengkapannya bahkan bisa dianggap mewakili sejarah geologi Pulau Jawa secara keseluruhan.



Masa-masa awal terbentuknya Pulau Jawa diperkirakan terjadi lebih dari 60 juta tahun yang lalu (Zaman Pre-Tersier), ketika pulau ini masih menjadi bagian dari sebuah benua besar yang dikenal sebagai superbenua Pangea.

Susunan batuan dasar yang membentuk Pulau Jawa memiliki asal-usul dan umur yang berbeda satu dengan yang lainnya. Jawa bagian barat diperkirakan telah terbentuk pada akhir Zaman Kapur (145 hingga 65 juta tahun lalu) dan menjadi bagian dari Paparan Sunda (Sundaland Core), sementara Jawa bagian timur diyakini berasal pecahan kecil benua Australia (sejumlah peneliti menyebutnya sebagai East Java Microcontinent). Bagian timur ini diperkirakan mulai ‘menabrak’ dan bergabung dengan bagian barat sekitar 100-70 juta tahun yang lalu hingga menciptakan bentuk awal Pulau Jawa yang ada saat ini.

Artinya, Pulau Jawa terbentuk dari gabungan dua lempeng benua dan bagian barat Pulau Jawa diyakini memiliki umur yang lebih tua dibanding bagian timurnya. Batas di antara kedua bagian ini tertandai dengan adanya sesar purba yang membentang dibawah Sungai Luk Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa dan berakhir di Pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.

Saat ini, hanya ada tiga tempat yang memiliki rekam jejak sejarah kebumian dari masa awal terbentuknya Pulau Jawa, yaitu Teluk Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat), Karangsambung (Kebumen, Jawa Tengah) dan Bayat (Klaten, Jawa Tengah). Rekaman ini tersimpan dalam bentuk singkapan yang menampakkan batuan dasar tertua yang berumur hingga sekitar 96 juta tahun. Singkapan ini terjadi sebagai akibat dari proses tumbukan antar lempeng disertai dengan erosi yang berlangsung terus-menerus dalam rentang waktu yang sangat panjang, jutaan tahun lamanya.


Dari masa ke masa, proses geologis berlangsung tanpa henti, menyusun beragam wujud muka bumi yang berbeda-beda. Proses pengendapan pertama diperkirakan terjadi antara 54 hingga 36 juta tahun lalu (Kala Eosen). Berbagai material terendapkan di cekungan-cekungan yang terbentuk akibat peregangan lempeng. Tersingkapnya batuan konglomerat, batugamping, batupasir serta batubara, menunjukkan ciri pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang terjadi saat itu.

Pada masa berikutnya, ketika Pulau Jawa sudah mulai terbentuk dengan poros membujur arah barat dan timur, muncul tekanan dahsyat dari arah selatan. Perlahan namun pasti, lempeng samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah utara ‘menabrak’ lempeng benua Eurasia dari sisi selatan pada zona yang berposisi sejajar dengan Pulau Jawa.

Lempeng samudera yang memiliki densitas atau massa jenis yang lebih tinggi mengalami subduksi atau penunjaman. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi penyebab terbentuknya palung laut, pegunungan, serta aktifitas vulkanik yang memunculkan bentukan gunung berapi. Sebagian material lempeng samudera Indo-Australia mengalami pelelehan, mencair menjadi magma dan menciptakan jalur vulkanik dalam posisi sejajar dengan poros panjang Pulau Jawa.

Inilah kelanjutan peristiwa yang menjadi bagian penting dari rangkaian sejarah terbentuknya Pulau Jawa, ditandai dengan mulai terbentuk gugusan gunung api purba sebagai jalur vulkanik yang berjajar di bagian selatan dan menjadi tulang punggung Pulau Jawa jutaan tahun yang lalu.


Menarik untuk dicatat, dalam kurun waktu antara 36 hingga 10,2 juta tahun lalu ini (Kala Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Awal), pada gugusan gunung api purba di Pulau Jawa ini, diperkirakan telah terjadi rangkaian peristiwa vulkanisme yang teramat dahsyat. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penemuan singkapan lapisan batuan piroklastik serta ditemukannya batupasir vulkanik yang sangat tebal sebagai hasil erupsi gunung berapi purba. Berdasarkan bukti-bukti geologis yang ditemukan di sekitarnya, setidaknya telah dikenali dua gunung api purba yang di kalangan ahli geologi dinamai berdasarkan lokasi penemuan bukti-bukti geologisnya, bukan berdasarkan letak titik pusat aktifitas vulkaniknya. Kedua gunung api itu adalah Gunung Api Purba Semilir dan Gunung Api Purba Nglanggeran.

Konon, berdasarkan bukti endapan yang dihasilkannya, ditengarai pernah terjadi erupsi katastropik Gunung Api Purba Semilir yang kekuatannya nyaris setara dengan Supervolcano Toba di Sumatera (74.000 tahun yang lalu) dan Supervolcano Yellowstone di Wyoming, Amerika Serikat (2,1 juta tahun yang lalu). Kekuatan erupsi Gunung Api Purba Semilir saat itu diperkirakan tak kurang dari 10 kali lebih besar dari erupsi Gunung Tambora (1815), 100 kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau (1883) dan 1000 kali lebih besar erupsi Gunung St. Helena di Washington, Amerika Serikat (1980).

Inilah masa-masa dimana gunung api purba mengalami kejayaannya di Pulau Jawa. Namun pada kisaran 16 hingga 2 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah hingga Pliosen Akhir) kegiatan magmatisme di gugusan gunung api purba ini mulai jauh berkurang.

Gunung Purba Nglanggeran di Gunung Kidul Yogyakarta

Saat itu, situasi di sebagian besar Pulau Jawa masih berada dalam genangan laut dengan kehidupan biotanya yang berkembang dengan baik. Daerah pegunungan selatan merupakan daerah laut dangkal dengan airnya yang cenderung tenang, jernih, memiliki sumber makanan yang memadai, serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kondisi ini memungkinkan terbentuknya koloni koral atau kompleks terumbu yang sangat luas serta berkembang biaknya biota laut, seperti plankton, moluska, algae dan masih banyak lagi. Fakta ini terekam dengan baik dan dapat diamati pada ragam singkapan batugamping yang sangat tebal dan meluas di sepanjang sisi selatan dan sisi utara Pulau Jawa saat ini.

Pada kisaran 12 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah), mulailah terjadi pelandaian kemiringan penunjaman lempeng samudera Indo-Australia, sehingga proses pelelehan yang menghasilkan magma ikut bergeser ke arah utara. Proses ini terus berlanjut sampai sekitar 1,8 juta hingga 11.500 tahun yang lalu (Kala Pleistosen) dan masih tetap berlanjut hingga saat ini (Kala Holosen), meninggalkan gugusan gunung api purba yang telah terbentuk sebelumnya di sisi selatan Pulau Jawa.

Pergeseran jalur vulkanik yang mencapai jarak sekitar 50 hingga 100 kilometer ke arah utara ini, secara otomatis telah menonaktifkan semua gunung berapi purba, karena suplai magma hasil pelelehan di bawah permukaan bumi telah bergeser ke utara. Aktifitasnya gunung api purba seperti Nglanggeran, Semilir dan kemungkinan pusat-pusat erupsi lainnya, berangsur-angsur mulai turun, bahkan bisa dikatakan nyaris tak bersisa lagi. Kondisi Pulau Jawa pun menjadi relatif stabil, meskipun kegiatan magmatisme tetap ‘terpelihara’ oleh alam, bergeser ke sebelah utara.

_____________________________________________________________________________________________________

Tidak selamanya gunungapi itu hidup dan aktif, ada masa-masanya sebuah gunung api itu lahir, aktif akhirnya tertidur pulas dan mati. Secara mudah penjelasan diatas dapat digambarkan seperti dibawah ini.

Matinya gunungapi karena pergeseran zona subduksi
sumber gambar: rovicky.wordpress.com

Contoh diatas itu merupakan penjelasan matinya gunung-gunung api aktif akibat pergeseran zona subduksi atau zona penunjaman yang melandai. Namun dapat juga sebuah penunjaman mencuram sehingga seakan bergerak mundur atau kekiri.

Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS An Naml : 88)

_____________________________________________________________________________________________________


Pengendapan delta, sungai dan laut dangkal diatas Pulau Jawa menjadi proses alamiah yang telah berlangsung dalam kurun waktu antara 25,2 hingga 5,2 juta tahun silam. Penurunan muka air laut terjadi secara berangsur-angsur, mengiringi pengendapan-pengendapan material di daratan dan tepi laut. Pada saat yang sama, lempeng samudera Indo-Australia pun terus bergerak menekan lempeng benua Eurasia.

Sebagai akibatnya, perlahan namun pasti, pegunungan selatan Pulau Jawa mulai mengalami pengangkatan, sehingga daerah-daerah yang dahulunya berupa lingkungan laut dangkal, sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi daratan, bahkan sebagian diantaranya berubah menjadi perbukitan. Proses pembentukan berikut pusat aktifitas gunung api pun terus bertumbuh, beriringan dengan pengangkatan, pemiringan, erosi serta pertumbuhan terumbu secara ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung hingga saat ini. Rangkaian peristiwa alam ini terus berlanjut dalam rentang jutaan tahun lamanya, hingga mencapai bentukan sempurna Pulau Jawa sebagaimana penampakannya di saat ini, dengan gugusan gunung berapi ‘muda’ di bagian tengahnya.

Singkapan di Karangsambung Kebumen

Bukti-bukti sejarah geologi Pulau Jawa ini terkumpul dalam bentang area yang tak terlampau berjauhan di seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Karangsambung dan Sungai luk Ulo, Kebumen di sebelah barat hingga Kawasan Karst Pegunungan Seribu di sebelah timur. Dari seputar Bayat di Klaten sebagai salah satu yang tertua, hingga Gunung Merapi yang mewakili usia ‘muda’.

Semuanya menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tak akan pernah habis digali dan diolah menjadi bahan pelajaran berharga, untuk memahami berbagai fenomena alam dan tatacara beradaptasi yang harus dilakukan oleh manusia yang menghuninya. Terlebih dalam memahami dan menyikapi beragam fenomena kebencanaan yang dalam pemahaman sebagian kalangan awam, seolah baru muncul secara tiba-tiba dalam beberapa dekade terakhir di zaman ini.


Baca Juga:








Sumber: kabaremagazine

Nebula Planet

Seiring waktu, sebuah bintang dari seukuran hingga 8 kali ukuran matahari, akan membengkak menjadi raksasa merah besar. Ketika bintang sudah terlalu besar dan mulai kehabisan bahan bakarnya, bintang akan runtuh, mendepak lapisan luar bintang sebagai gas dan menyisakan inti bintang yang kecil di pusat awan gas itu. Proses seperti menciptakan apa yang disebut nebula planet - sebuah nama yang diberikan karena nebula planet pertama yang ditemukan tampak seperti planet Uranus.

Artikel ini mengetengahkan 2 contoh nebula planet dari ribuan nebula planet yang telah terdeteksi


 Southern Owl Nebula

Sebuah bintang yang runtuh telah melepaskan cangkang gas bercahaya ini, yang dikenal sebagai nebula burung hantu selatan (Southern Owl Nebula), yang telah mengembang sebesar 4 tahun cahaya. Fenomena inilah yang akan terjadi pada matahari kita dan bintang-bintang lainnya hingga delapan kali ukuran matahari saat mereka memasuki akhir hidupnya. (Bintang yang lebih besar, keruntuhannya akan memicu ledakan supernova bukan pelepasan gas)

Seperti semua nebula planet, Southern Owl Nebula atau ESO 378-1, fenomena ini berlangsung untuk waktu yang singkat dibandingkan dengan umur hidup bintang secara keseluruhan. Nebula hanya akan bertahan puluhan ribu tahun sebelum memudar bubar. "Umur dari nebula planet sebagai sebagian kecil dari kehidupan bintang adalah sama seperti kehidupan gelembung sabun dibandingkan dengan usia anak yang meniupnya," kata pejabat European Southern Observatory dalam sebuah pernyataan.



Saat bintang-bintang seperti matahari membesar di hari tuanya mereka kemudian mulai kehilangan lapisan luar mereka. Setelah sebagian besar lapisan luar telah hilang, inti bintang panas yang tersisa mulai memancarkan radiasi ultraviolet yang kemudian mengionisasi gas sekitarnya. Ionisasi ini menyebabkan cangkang gas yang mengembang mulai bersinar dalam warna-warna cerah.

Setelah nebula planet telah memudar, bintang yang tersisa akan terus membakar selama miliar tahun sebelum mengkonsumsi semua bahan bakar yang tersisa dan kemudian akan katai putih (yang perlahan-lahan akan mendingin selama miliaran tahun) tetapi tetap panas dan sangat padat. Matahari akan menghasilkan nebula planet beberapa miliar tahun di masa depan setelah menelan planet-planet terdalam (inner planet) termasuk bumi dan setelah itu akan juga akan menghabiskan akhir waktunya sebagai kerdil putih.

Para peneliti berpikir ada sekitar 10.000 nebula planet di Bima Sakti saat ini, tetapi hanya sekitar 1.500 telah terdeteksi.




Little Gem Nebula

Gelembung warna-warni ini adalah nebula planet yang disebut NGC 6818, juga dikenal sebagai nebula batu mulia kecil (Little Gem Nebula). Terletak di konstelasi Sagitarius (The Archer), kira-kira 6.000 tahun cahaya dari kita. Awan kaya cahaya yang terlihat pada gambar membentang lebih dari setengah tahun cahaya - sangat besar dibandingkan dengan bintang yang berada di pusatnya - tapi masih sangat kecil dalam skala kosmik.

Nebula planet dapat memiliki bentuk yang sangat kompleks. NGC 6818 menunjukkan struktur seperti filamen rumit dan lapisan-lapisan materi yang berbeda, dengan gelembung pusat yang cerah dan tertutup dikelilingi oleh awan difus yang lebih besar

Para ilmuwan percaya bahwa angin bintang dari bintang pusat mendorong materi yang mengalir keluar, memahat bentuk terulur dari NGC 6818. Saat angin cepat ini menghantam awan yang bergerak lebih lambat, maka terciptalah ledakan terang di lapisan luar gelembung ini.

Hubble sebelumnya pernah mencitrakan nebula ini pada tahun 1997 dengan Wide Field Planetary Camera 2 nya, menggunakan campuran filter yang menampakkan emisi dari oksigen dan hidrogen terionisasi (gambar bawah). Sedangkan  Gambar diatas, meskipun dari kamera yang sama, menggunakan filter yang berbeda untuk mengungkapkan pandangan yang berbeda dari nebula.



Nebula planet memainkan peran penting dalam pengayaan unsur-unsur dan evolusi alam semesta. Unsur-unsur seperti karbon dan nitrogen, serta beberapa unsur yang lebih berat lainnya, diciptakan di dalam bintang-bintang ini dan kembali ke medium antarbintang. Dari materi bintang-bintang inilah, bintang baru, planet-planet dan akhirnya kehidupan dapat terbentuk. Oleh karena itu astronom Carl Sagan mengatakan ucapannya yang terkenal: "Kita semua terbuat dari material bintang"


Baca Juga:






Sumber:

Kamis, 06 Agustus 2015

Dapatkah Kita Melihat Nebula?

Anda sudah tidak diragukan lagi anda pasti telah banyak dan sering melihat gambar-gambar dari obyek-obyek astronomi seperti galaksi dan nebula lengkap dengan warnanya..

Tapi apakah obyek-obyek itu benar-benar berwarna seperti yang disajikan? Jawaban yang sederhana adalah 'tidak selalu'.

Gambar obyek-obyek jauh di ruang angkasa sebenarnya sering mengalami banyak proses untuk mengubah apa yang tampak seperti langit malam jika dilihat mata telanjang, menjadi obyek dengan ledakan warna.

Astronom amatir Richard Bloch mengungkapkan teknik yang digunakan dalam video YouTube, menggunakan gambar dari Rosette Nebula.

Pertama lihatlah gambar dibawah ini baik-baik

Dapatkah anda melihat Nebula dalam gambar ini?

Gambar di atas mungkin hanya terlihat seperti snapshot generik dari langit malam, tetapi yang tersembunyi dalam data, sebenarnya merupakan nebula besar yang mencakup sebagian besar gambar, sebagaimana terungkap dalam video.

Memang, jika Anda mampu melakukan perjalanan ke nebula, Anda mungkin akan kecewa. Tak satu pun dari gas akan terlihat dengan mata telanjang manusia.

Fitur yang terbuat dari debu dan gas, seperti yang ditunjukkan pada gambar yang diproses, sebenarnya ada - tapi mata manusia hanya tidak sensitif terhadap panjang gelombang cahaya yang mereka pancarkan.

Hanya dengan memanipulasi gambar, fitur sebuah nebula yang tak terlihat ini dapat diungkapkan - sebuah 'trik' yang dilakukan NASA untuk meningkatkan (enhance) gambar-gambar kosmosnya.

Mr Bloch menjelaskan metode yang digunakan untuk mengungkapkan fitur kosmik tersembunyi, dengan warna menyoroti beberapa rincian dan fitur yang tidak akan terlihat oleh mata kita.

Itu karena mata kita terbatas dalam panjang gelombang yang dapat kita lihat; kita hanya sensitif terhadap cahaya tampak pada spektrum elektromagnetik.

Sedangkan Teleskop dan kamera  modern, dapat digunakan untuk mengungkapkan cahaya dalam panjang gelombang lain, dari inframerah hingga ultra violet.

Dalam videonya, Mr Bloch mengumpulkan data dari Rosetta Nebula pada tanggal 1 Desember 2014 dari Torrance Barrens Gelap Sky Preserve di Ontario, Kanada.



Dia mengambil gambar menggunakan kamera Canon T3i yang melekat pada teleskop, dan menciptakan gambar menggunakan PixInsight 1,8.

Video dimulai dengan hasil tangkapan yang sangat biasa-biasa dari langit malam, lengkap dengan ribuan bintang, dan tidak ada nebula terlihat dalam gambar.

Tapi metode yang disebut 'Stretching' (peregangan) kemudian mengungkapkan nebula yang tersembunyi di bagian paling gelap dari gambar.

Mr Bloch mengatakan jika setiap pixel dikatakan memiliki nilai dari 0 sampai 255, seluruh nebula akan berada di wilayah 0-50 - tidak terlihat oleh mata manusia.

Stretching adalah mengambil yang 0-50 itu dan memetakannya di 0 sampai 255 sehingga bagian terang dari nebula adalah bagian terang dari gambar.

Setelah peregangan gambar, ia melakukan beberapa 'pengurangan noise' untuk membersihkan citra data berlebihan dan kemudian menambahkan beberapa warna untuk gambar, dengan warna yang berbeda sesuai dengan gas dan unsur-unsur yang berbeda.

Dia kemudian mengurangi ukuran dari beberapa bintang sehingga mereka tidak menghalangi pandangan nebula, sebelum memperbaiki kontras dan menciptakan gambar akhir.

Teknik ini dia gambarkan sangat mirip dengan apa yang dilakukan NASA saat membuat gambar yang mengagumkan.

Seperti yang dijelaskan oleh NASA, Hubble merekam cahaya dari alam semesta dengan detektor elektronik, bukan dengan film seperti kamera biasa. Warna kemudian ditambahkan di kemudian hari.

'Warna dalam gambar Hubble, yang ditambahkan untuk berbagai alasan, tidak selalu seperti apa yang kita lihat seandainya kita mampu untuk mengunjungi objek yang dicitrakan" kata NASA di situs web Hubble mereka.

"Kami sering menggunakan warna sebagai alat, apakah itu untuk meningkatkan detail objek atau untuk memvisualisasikan apa yang biasanya tidak pernah dilihat oleh mata manusia."


Cahaya dari obyek astronomi datang dalam berbagai warna, masing-masing sesuai dengan jenis tertentu dari gelombang elektromagnetik. Hubble dapat mendeteksi semua panjang gelombang cahaya tampak plus banyak lagi panjang gelombang yang tidak terlihat oleh mata manusia, seperti ultraviolet dan sinar inframerah.

Obyek astronomi sering terlihat berbeda di panjang gelombang cahaya yang berbeda. Untuk merekam seperti apa objek akan terlihat pada panjang gelombang tertentu, Hubble menggunakan filter khusus yang memungkinkan hanya panjang gelombang tertentu dari cahaya yang dapat melaluinya.


Baca Juga:







Sumber: dailymail.co.uk
Diberdayakan oleh Blogger.

 

© 2013 Alap-Alap. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top